Sabtu, 24 Oktober 2020

Kedudukan Teori Kritis dalam Sudut Pandang Sosiologi : Kritik Terhadap Positivisme


Halo readers! Sesuai janjiku, aku bakal bahas satu persatu materi bahan acuan Ujian Tengah Semester yang ada di Mata Kuliah Teori Sosiologi Kritis. Kali ini, aku mau mengulas mengenai kedudukan Teori Kritis dalam sudut pandang sosiologi, dan teori kritis sebagai kritik terhadap positivisme. 

Sebelumnya apa pendapat kalian mengenai gambar berikut?
 


Yap betul, gambar tersebut adalah sebuah bentuk pelanggaran lalu lintas. 

Kalo kalian berpikir penyebab dari pelanggaran tersebut adalah sebuah kewajaran akibat dari lemahnya aturan dan ketertiban lalu lintas, maka kalian berpikir melalui kerangka berpikir positivisme.

Lain halnya jika kalian berpikir bahwa penyebab dari kemacetan tersebut adalah dari individu-individu pelaku kemacetan yang memiliki banyak kepentingan berbeda seperti faktor ingin tepat waktu sampai tujuan, ingin segera melepas penatnya bekerja, sehingga akibat dari perbedaan kepentingan-kepentingan tiap individu tersebut menimbulkan sebuah fenomena kemacetan yang berujung dengan pelanggaran lalu lintas. Jikalau kalian berpikir demikian, berarti kalian sudah berlatih untuk berpikir dengan sudut pandang kritis. 

Dari analogi tersebut, pasti readers bertanya-tanya nih mengenai apa itu positivisme? Apakah positivisme sejalan dengan pemikiran kritis ataukah justru berlawanan? Jikalau berlawanan, apa alasannya? mengapa bisa demikian? Tenang-tenang, simpan pertanyaan kalian dan simak penjelasan berikut ini!
 
Positivisme adalah paham yang menekankan bahwasanya fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sosial dapat diukur dan dikaji dengan paradigma ilmu alam atau orang menyebutnya sebagai fisika sosial. Paham ini diutarakan oleh seorang filsuf berkebangsaan Perancis bernama Auguste Comte. Comte percaya bahwasanya puncak dari perkembangan ilmu pengetahuan adalah positivisme. Dan puncak dari positivisme adalah sosiologi. Kaum positivis percaya unifikasi ilmu yang menjelaskan bahwa masyarakat adalah bagian dari alam, dan untuk mengungkap hukum-hukum alam tentang masyarakat, metode positivis perlu diterapkan. Positivisme menolak segala hal di luar fakta empiris, dan menolak penggunaan metode yang tidak menggunakan kajian fakta empiris. Science adalah satu-satunya ilmu pengetahuan yang valid, karena hanya fakta empiris lah yang dapat menjadi objek pengetahuannya. Menurut pandangan positivis, metodologis dalam ilmu alam ini bisa diterapkan langsung dalam ilmu sosial. Hasilnya dapat ditulis dalam hukum-hukum sosial layaknya hukum dalam ilmu alam. Sebab itu, ilmu sosial tadi haruslah bersifat teknis, yakini bersifat instrumental, netral, dan bebas nilai. Dalam pandangan positivis, baik ilmu alam dan ilmu sosial harus menciptakan sebuah NOMOS (Nomothetic Science) yakni hukum ilmiah alam.

Dari sinilah timbul berbagai gugatan mengenai positivisme. Salah satunya gugatan dari Mazhab Frankurt dalam teori kritis miliknya. Dalam teori ini, kita dapat menemukan fakta bahwa fenomena alam itu berbeda dengan fenomena sosial, di mana dalam fenomena sosial terdapat keunikan dan kekompleksan hasil dari perilaku manusia. Klaim terhadap teori fenomena sosial dapat ditelaah dengan metode empiris tidak bisa dibuktikan secara nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwasanya generalisasi positivisme adalah merupakan perwujudan dari sebuah bentuk metafisika diam-diam. Pengetahuan dalam ilmu sosial nyatanya tidak pernah jauh dari adanya kepentingan. Dan realitas tidak bisa dengan mudah dipahami tanpa menggunakan bahasa, sedangkan bahasa sendiri memiliki karakter yang sarat nilai. Tokoh lain yang pro terhadap teori ini salah satunya adalah Karl Marx. Di mana ia menyebutkan bahwasanya teori kritis muncul akibat adanya kritik atas dominasi agama dan ekonomi politik borjouis pada kala itu. Sehingga dapat menimbulkan ketimpangan sosial. Jadi dari sini lah dapat disimpulkan bahwasanya kehidupan atau fenomena sosial tidak dapat disamakan dengan paradigma alam yang bersifat statis. Karena ilmu sosial itu bersifat dinamis dan hukumnya tidak bisa dibekukan secara ontologis.  

Nah, itu tadi adalah paparan mengenai teori kritis sebagai kritik atas paradigma positivisme. Jadi gimana? sudah pada tau lebih mendalam dong mengenai teori positivisme dan Teori kritis. Syukurlah kalo pada paham. So, next bakal kujelasin materi lainnya yap. Dan seperti biasanya Kritik dan saran selalu terbuka bagi readers untuk menanggapi postingan ini. Thank you for reading! Stay tune for the next post yap! See you!

Salam hangat,
Penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Penerapan dan Implikasi Teori Kritis dalam Bidang Pendidikan

Halo readers! Apa kabar? Kabar baik dong pastinya. Nah, kali ini, aku mau mengulas  mengenai penerapan dan implikasi Teori Kritis dalam bida...