Minggu, 25 Oktober 2020

Teori Kritis Mazhab Frankfurt



Halo readers! Akhirnya telah sampailah kepada pembahasan terakhir di blog ini. Apresiasi terbesar buat readers semua karena sudah mau menyempatkan waktunya demi membaca ulasan demi ulasan yang kutulis. Nah, di materi terakhir ini aku mau membahas mengenai Teori Kritis Mazhab Frankfurt. Apakah itu Teori Kritis Mazhab Frankfurt? Dan, apa yang menjadi fokus utama kritikan teori ini? Untuk lebih jelasnya, yuk simak penjelasan berikut ini!

Jadi, latar belakang munculnya Teori Kritis Mazhab Frankfurt dimulai dari gerakan intelektual multidisipliner baik dari ranah ideologi hingga filsafat yang memiliki kesamaan tujuan yakni untuk mengembalikan tradisi Marx yang mulai memudar, terutama dibarengi dengan kemunculan rezim komunisme soviet. Para multidisipliner ini berasal dari Institut fur Socialforschung yang dibangun oleh intelektual Universitas Frankfurt atau yang biasa disebut sebagai Cafe Marx sekaligus menjadi cikal bakal lahirnya Mazhab ini. Tokoh daripada Mazhab Frankfurt ini mencakup tokoh generasi pertama meliputi Max Horkheimer, Theodor Adorno, Herbert Marcuse, Erich Fromm, dan Walter Benjamin dan Generasi kedua meliputi Jurgen Habermas, dan Axel Honneth. Dalam mazhab ini, terdapat kajian berupa ideologi, positivisme, kehidupan masyarakat modern, dan postmodernitas. Melalui sudut pandang teori ini, penerapan Marxisme soviet dinilai melenceng dari nilai-nilai Marxisme. Ideologi Marxisme telah berubah, dan terkristalisasi menjadi ideologi yang “stuck” yakni semata-mata hanya berhubungan dengan penindasan, tidak ada lagi sisi humanis, dan tidak inkuisitif dengan maraknya kemunculan negara basis diktator proletariat. Marxisme cenderung menerapkan ideologi Marx tua yang membahas mengenai kajian positivis. Mazhab Frankfurt menolaknya, dan cenderung memihak kepada pemikiran Marx Muda yang membahas mengenai kajian kritis. Secara epistemologis, Teori Kritis Mazhab Frankfurt ini didasari oleh kritikan dari berbagai tokoh yang mencakup :

1. Kritik menurut Immanuel Kant yakni kritik mengenai pengujian keshahihan dengan menggunakan rasio. 

2. Kritik menurut G.W.F. Hegel yakni kritik mengenai dialektika, refleksi asal-usul kesadaran.

3. Kritik menurut Sigmund Freud yakni kritik mengenai teori dengan tujuan emansipatoris.

4. Kritik menurut Marx yakni kritik mengenai refleksi atas konflik psikis yang menghasilkan represi ketidakbebasan internal, yang bertujuan untuk membebaskan belenggu kekuatan asing. 

Kritik ini terbagi menjadi dua macam yakni kritik transendental yang tujuannya adalah mengetahui syarat muncul dan berkembangnya ilmu pengetahuan, dan kritik imanen yang tujuannya adalah menemukan kondisi sosiohistoris dalam konteks tertentu yang berpengaruh pada pengetahuan manusia. Perlu diketahui bahwasanya dialektika pengetahuan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan metafisik dan kondisi empirik, sehingga menimbulkan teori kritis. Kemudian, kaitannya dengan Marxisme adalah Marxisme di dalam Soviet tidak lagi berkaitan dengan dogma atau norma. Sebaliknya Marxisme dipahami sebagai alat analisis. Dalam teori Mazhab Franfurt, konflik yang dibahas bukanlah Marxisme ortodoks yang berkaitan dengan konflik antar kelas. Melainkan membahas konflik yang terjadi antara manusia dengan alam. Adapun tujuan Teori Kritis ini menurut Horkheimer dan Adorno adalah mengenai rasio-kehendak, riset-nilai, teori-praxis, dan pengetahuan-kehidupan. Sasaran dari kritik ini adalah mengenai rasionalitas masyarakat modern beserta metodologisnya. Sehingga kedua hal tersebut diharapkan menjadi sebuah bentuk dialektika terbuka baik dari segi historis, kritis terhadap diri sendiri, kecurigaan kritis terhadap aktualisasi masyarakat, dan mendorong masyarakat dalam bertransformasi. Kemudian dari segi rasionalitas diharapkan bisa menimbulkan rasionalitas instrumental, yakni raisionalitas untuk memusuhi hal-hal yang tidak bersifat empirik, yang berarti rasio hanyalah menjadi alat, sedangkan formalitas cara berpikir dan berlogika adalah menggunakan logika yang formal berdasarkan prinsip matematis. Hal ini mengacu daripada Tesis Horkheimer yang membahas mengenai IPTEK yang berkaitan dengan dominasi politik, peradaban mengubah konsep manusia mengenai alam, pengetahuan sebagai pelayan produksi kapitalis, mentalitas manusia sebagai penguasa dapat ditelusuri melalui akar teologisnya, kerja yang disongsong Marx adalah pemanfaatan alam sebagai sarana eksploitasi manusia, dan kritik atas weber yang berhubungan dengan nalar teknokratis yang keji.  Sehingga yang menjadi tema daripada Mazhab Frankfurt ini menganggap bahwasanya “Pencerahan” adalah sebuah mitos baru. Di mana akar dari pencerahan yang memandang dalam konteks religiusitas sekuler yakni bahwa manusia sebagai “subyek” memandang alam lain sebagai “obyek” yang berkedudukan lebih rendah di luar diri mereka. Sehingga timbullah sebuah paham mengenai animisme yang menspiritualkan obyek, sebaliknya industrialisme mengobyektifkan spirit.

Jadi readers, sudah dipaparkan ulasan mengenai ikhtisar Teori Kritis Mazhab Frankfurt. Ulasan ini adalah materi terakhir pembahasan sebelum  Ujian Tengah Semester, sekaligus penutup di blog ku di bagian Mata Kuliah Teori Sosiologi Kritis yaa. Terimakasih banyak bagi readers yang selalu setia membaca ulasan di blog ini. Semoga ilmu yang diberikan bisa bermanfaat. Aku juga mohon maaf sebesar-besarnya apabila terdapat segala kesalahan penulisan di blog ini. Dan, seperti biasanya, kritik dan saran dari readers sekalian selalu terbuka lebar yaa. Semoga kita bisa bertemu lagi di lain kesempatan untuk membahas ulasan-ulasan terbaru dengan berbagai macam topik bahasan yang berbeda.

Thank u very much!


Salam hangat,

Penulis


Kritik Terhadap Filsafat Pencerahan dan Ilmu Pengetahuan Modern : Kritik Postmodernisme

Halo readers! Terimakasih ya sudah mau membaca tulisanku sampai sejauh ini. Kali ini, aku mau bahas mengenai Kritik Terhadap Filsafat Pencerahan dan Ilmu Pengetahuan Modern atau yang lebih dikenal sebagai Kritik Postmodernisme.

Sebelum memulai pembahasan mengenai kritik Postmodernisme, sebelumnya aku mau bertanya dulu nih. Apa sih yang sekilas kalian pikirkan mengenai kehidupan modern seperti gambar di bawah ini?



Bener banget! Pasti kalian berpikir bahwa kehidupan modern adalah kehidupan yang di dalamnya terdapat teknologi yang serba canggih, semuanya serba instan dan mudah sekali didapatkan. Sekilas memang terlihat fine-fine saja dengan kehidupan yang demikian. Tapi, apakah kehidupan yang demikian secara keseluruhan tidak terdapat sisi negatifnya? Lantas, apa hubungannya dengan modernisme yang terjadi kala itu? Dan mengapa bisa timbul Kritik atasnya? Atau, apa sih yang melatarbelakangi timbulnya Kritik Postmodernisme? Mari simak penjelasan berikut!

Latar belakang munculnya kritik Postmodernisme pada awalnya akibat daripada kekecewaan terhadap kehidupan modern. Karena pada waktu itu, setelah abad pencerahan Eropa, masyarakat barat lebih mendewakan akal budi atau rasionalitas mereka. Mereka menganggap bahwa segala bentuk permasalahan kehidupan bisa dipecahkan dengan adanya rasionalitas tersebut. Inilah yang menandai kehidupan modern kala itu. Kehidupan modern semakin marak dengan adanya teknologi yang canggih, sebagai contoh mulai berkembangnya industri berbasiskan alat canggih, maraknya alat transportasi tenaga motor, dan masih banyak lagi. Kecanggihan teknologi ini dianggap dapat memudahkan aktivitas sehari-hari pada era modern. Namun, kehidupan modern ini juga banyak menimbulkan dampak negatif. Seperti yang diutarakan oleh tokoh sosial yang bernama Ulrich Beck dan Anthony Giddens bahwasanya kehidupan modern ini membawa dampak kepada kehidupan yang Risk Society atau Kehidupan yang penuh dengan resiko. Sebagai contoh dampak dari adanya industri dan banyaknya produksi kendaraan bermotor, dapat menimbulkan banyak polusi dan pencemaran lingkungan lainnya. Di ranah filsafat, modernitas ini dapat menimbulkan birokrasi yang diterapkan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada prinsipnya, birokrasi memang bagus yakni menekankan pada prinsip efisiensi dan efektivitas. Namun, hal inilah yang membuat manusia modern menjadi tak peduli lagi dengan adanya aspek spiritual, karena mereka sudah merasa terpuaskan dengan adanya teknologi sebagai solusi. Sehingga akibat daripada modernitas ini, pada akhirnya dapat menimbulkan sikap radikal manusia yang rentan akan aspek spiritual tersebut. Dunia tiada henti menuju proses perubahan demi perubahan. Manusia terus merasa tidak puas dengan perubahan-perubahan yang telah dicapai sebelumnya dan tertantang untuk menciptakan inovasi yang baru terhadap perubahan. Hal ini dinamakan paradigma modernisme. Yang mana, paradigma modernisme seperti ini menimbulkan sebuah kritik yang dinamakan Kritik Postmodernisme.

Postmodernisme adalah sebuah bentuk ide yang menggantikan ide modernisme. Jika pada era modernisme lebih diutamakan rasionalitas, objektivitas, totalitas, Strukturalisasi, unversalisasi tunggal dan kemajuan sains, postmodern lebih mengutamakan sebuah ide atau cita-cita untuk meningkatkan kondisi sosial, budaya dan kesadaran akan semua realitas perkembangan dalam semua bidang. Karena pada prinsipnya, Postmodernisme adalah sebuah bentuk peleburan batas dan faktor pembeda antara berbagai aspek dalam kehidupan. Dimensi Postmodernisme mencakup dimensi yang berasal dari masyarakat kontemporer. Kaum Postmodernisme menolak penjelasan yang universal, harmonis, dan konsisten sebagai tonggak berdirinya modernisme. Kaum Postmodernisme mengkritik itu semua, di mana mereka lebih mengutamakan sikap yang menghargai terhadap perbedaan, dan penghormatan kepada yang khusus, lalu membuang yang universal.

Ada pun tahap-tahap Postmodernisme mencakup Globalitas, lokalitas, Akhir dari “Akhir Sejarah”, matinya “individu”, moda informasi, simulasi, perbedaan dan keterpelesetan dalam bahasa, polivokalitas, lunturnya polaritas analitik, gerakan sosial baru, kritik atas grand narratives, dan adanya liyan.

Dari sinilah dapat ditarik kesimpulan mengenai Kritik Postmodernisme terhadap Ideologi ilmu modern bahwasanya :
1. Postmodernisme merupakan sebuah fenomena yang terdapat di kancah ide atau pikiran.
2. Kelahiran Postmodernisme merupakan sebuah kritik atas modernisme yang dianggap kurang memenuhi tuntutan intelektual dalam mengatasi problem sosial dan kemanusiaan.

Nah, itu tadi adalah ulasan mengenai kritik Postmodernisme. Sudah pada lebih paham dan mengerti kan mengapa bisa timbul kritik Postmodernisme? Syukurlah kalau pada paham. Seperti biasanya. Saran dan kritikan akan selalu terbuka ya di setiap postingan yang aku ulas. Thank u for reading! and stay tune for the next post

Salam hangat,
Penulis.



 

Sabtu, 24 Oktober 2020

Kritik atas Teori Sosiologi Modern : Munculnya Marxisme

 


Halo readers! Apa kabar? Kabar baik dong pastinya. Nah, kali ini aku mau mengulas materi berikutnya yaitu mengenai Kritik Atas Teori Sosiologi Modern. Dan dari kritik inilah berdampak pada kemunculan paham marxisme. Ada apa dengan Teori sosiologi modern? Kenapa bisa ada kritik atasnya? 

Perlu diketahui bahwasanya ciri-ciri utama teori kritis adalah sebagai berikut :

1. Menentang Positivisme 

Teori kritis menganggap bahwa kehidupan sosial masyarakat selalu terikat oleh konteks sejarah, sehingga bisa senantiasa berubah. Sedangkan dalam pandangan positivisme, ilmu sosial dijabarkan melalu hukum yang tetap seperti ilmu alam. Sehingga, pengetahuan tidaklah bebas nilai, melainkan terikat dan tidak bisa berubah. 

2. Memisahkan masa lalu dan masa kini 

Teori kritis mengaitkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Sebagaiamana kita ketahui bahwasanya di masa kini marak terjadi dominasi, maka dalam sudut pandang teori kritis, kita bisa memikirkan potensi di masa depan untuk menghapuskan dominasi tersebut. Karena dalam sudut pandang teori kritis, masyarakat bisa menumbuhkan kesadarannya dalam hal kebebasan sosial. Sehingga dalam memandang eksploitasi dan dominasi tidaklah sebagai ketetapan yang tak bisa dirombak. Justru sebaliknya eksploitasi dan dominasi bisa dihapuskan dengan banyak cara.

3. Argumen bahwa dominasi adalah sesuatu yang bersifat struktural

Teori kritis menyingkap struktur tersebut dalam rangka menanamkan pemahaman mengenai akar nasional dan juga global agar dapat terhindar dari yang namanya penindasan.

4. Reproduksi struktur dominasi 

Struktur dominasi direproduksi melalui kesadaran palsu yang disokong oleh ideologi, reifikasi, hegemoni, pemikiran satu dimensi, dan metafisika kehadiran. Kini, kesadaran palsu tersebut ditopang oleh ilmu sosial positivis, seperti ekonomi dan sosiologi.

5. Perubahan berawal dari rumah

Dalam kehidupan sehari-hari, teori kritis menghindari bentuk determinisme, melainkan mendukung voluntarisme.

6. Jembatan antara struktur dan agensi

Teori kritis menolak determinisme ekonomi, sehingga pengetahuan akan struktur bisa membantu masyarakat untuk mengubah kondisinya. 

7. Anti Penindasan

Teori kritis meyakini bahwa manusia mempunyai tanggung jawab penuh atas kebebasan dirinya sendiri, dan mencegah mereka untuk tidak menindas sesamanya atas nama apa pun.

Seperti pengertian-pengertian di atas, pada teori sosiologi modern yakni maraknya kapitalisme yang sarat akan dominasi dan penindasan, muncullah sebuah penolakan yang mengkritik itu semua. Hal itu dinamakan paham Marxisme. Jika dalam positivis, keadaan yang membuat masyarakat tertindas tadi di masa kini bisa diterima apa adanya dan cenderung tidak bisa diubah, maka dalam pandangan Marxisme itu semua bisa diubah. 

Kemunculan Marxisme sebagai kritik atas positivis tersebut bisa dipahami dengan melihat analogi berikut :

1. Konsep historisitas Karl Marx

Pola masa lalu dan masa kini dapat diubah melalui upaya sosial politik. Konsep menentang pandangan bahwa kapitalisme adalah sistem yang tidak dapat diubah. Sebaliknya, sistem tersebut sangat memungkinkan bisa diubah.

2. Kritik terhadap sains 

Sains bersifat historis, filosofis, dan aktivitas politik. Sejarah adalah cakrawala kemungkinan yang dihambat, namun tidak ditentukan oleh masa lalu dan masa kini. Sedangkan tujuan dari teori kritis adalah memunculkan adanya emansipasi, yang memungkinkan manusia mengenali adanya historisitas sehingga tidak terpaku pada dominasi.

3. Kesadaran sejati

Hubungan dialektis antara kondisi empirik dengan kesadaran sejati manusia, akan menimbulkan suatu kesadaran sejati pada pemikiran manusia. Yakni, suatu bentuk kesadaran yang memungkinkan timbulnya hasrat ber-emansipasi 

4. Melawan dalil “ Keniscayaan Sosial “

Konsep “keniscayaan” bisa membatasi kebebasan manusia. Sedangkan, setiap manusia memiliki inti kebebasan yang tidak dapat dihilangkan. Sebaliknya, menciptakan peluang terjadinya mobilisasi sosial yang bersifat realistis.

5. Ranah kajian dalam teori kritis 

Ranah kajian teori kritis pun berkembang, tidak hanya menyangkut mengenai kritik atas kapitalis, namun juga mencakup mengenai kebijakan, kontrol sosial, budaya pop, sosiologi pendidikan, psikologi sosial, gender, ras dan etnisitas, politik, dan politik kurikulum. 

Jadi readers, di atas sudah diulas mengenai kritik atas teori sosiologi modern. Tentunya readers sudah makin mengerti nih. Sebaiknya kita ambil sisi positif dari teori kritis ini yaa, yakni kita bisa belajar untuk senantiasa melawan dominasi yang mengakibatkan penindasan bagi pihak lain. Melawan dominasi pemikiran kita yang tertutup akan adanya perubahan. Namun, kita juga harus sadar akan adanya batasan dan aturan yang berlaku sehingga bisa dikatakan bahwa kita bisa bebas berpendapat, namun kebebasan dalam berpendapat ini haruslah sesuai dengan kodrat kita sebagai warga negara yang baik, dan sebagai masyarakat yang menghargai setiap norma di dalamnya. Thank u for reading! Seperti biasanya, kritik dan saran selalu terbuka yak! Next, aku bakal bahas materi lainnya. So, stay tune! 


Salam hangat,

Penulis.


Kedudukan Teori Kritis dalam Sudut Pandang Sosiologi : Kritik Terhadap Positivisme


Halo readers! Sesuai janjiku, aku bakal bahas satu persatu materi bahan acuan Ujian Tengah Semester yang ada di Mata Kuliah Teori Sosiologi Kritis. Kali ini, aku mau mengulas mengenai kedudukan Teori Kritis dalam sudut pandang sosiologi, dan teori kritis sebagai kritik terhadap positivisme. 

Sebelumnya apa pendapat kalian mengenai gambar berikut?
 


Yap betul, gambar tersebut adalah sebuah bentuk pelanggaran lalu lintas. 

Kalo kalian berpikir penyebab dari pelanggaran tersebut adalah sebuah kewajaran akibat dari lemahnya aturan dan ketertiban lalu lintas, maka kalian berpikir melalui kerangka berpikir positivisme.

Lain halnya jika kalian berpikir bahwa penyebab dari kemacetan tersebut adalah dari individu-individu pelaku kemacetan yang memiliki banyak kepentingan berbeda seperti faktor ingin tepat waktu sampai tujuan, ingin segera melepas penatnya bekerja, sehingga akibat dari perbedaan kepentingan-kepentingan tiap individu tersebut menimbulkan sebuah fenomena kemacetan yang berujung dengan pelanggaran lalu lintas. Jikalau kalian berpikir demikian, berarti kalian sudah berlatih untuk berpikir dengan sudut pandang kritis. 

Dari analogi tersebut, pasti readers bertanya-tanya nih mengenai apa itu positivisme? Apakah positivisme sejalan dengan pemikiran kritis ataukah justru berlawanan? Jikalau berlawanan, apa alasannya? mengapa bisa demikian? Tenang-tenang, simpan pertanyaan kalian dan simak penjelasan berikut ini!
 
Positivisme adalah paham yang menekankan bahwasanya fenomena-fenomena yang terjadi dalam kehidupan sosial dapat diukur dan dikaji dengan paradigma ilmu alam atau orang menyebutnya sebagai fisika sosial. Paham ini diutarakan oleh seorang filsuf berkebangsaan Perancis bernama Auguste Comte. Comte percaya bahwasanya puncak dari perkembangan ilmu pengetahuan adalah positivisme. Dan puncak dari positivisme adalah sosiologi. Kaum positivis percaya unifikasi ilmu yang menjelaskan bahwa masyarakat adalah bagian dari alam, dan untuk mengungkap hukum-hukum alam tentang masyarakat, metode positivis perlu diterapkan. Positivisme menolak segala hal di luar fakta empiris, dan menolak penggunaan metode yang tidak menggunakan kajian fakta empiris. Science adalah satu-satunya ilmu pengetahuan yang valid, karena hanya fakta empiris lah yang dapat menjadi objek pengetahuannya. Menurut pandangan positivis, metodologis dalam ilmu alam ini bisa diterapkan langsung dalam ilmu sosial. Hasilnya dapat ditulis dalam hukum-hukum sosial layaknya hukum dalam ilmu alam. Sebab itu, ilmu sosial tadi haruslah bersifat teknis, yakini bersifat instrumental, netral, dan bebas nilai. Dalam pandangan positivis, baik ilmu alam dan ilmu sosial harus menciptakan sebuah NOMOS (Nomothetic Science) yakni hukum ilmiah alam.

Dari sinilah timbul berbagai gugatan mengenai positivisme. Salah satunya gugatan dari Mazhab Frankurt dalam teori kritis miliknya. Dalam teori ini, kita dapat menemukan fakta bahwa fenomena alam itu berbeda dengan fenomena sosial, di mana dalam fenomena sosial terdapat keunikan dan kekompleksan hasil dari perilaku manusia. Klaim terhadap teori fenomena sosial dapat ditelaah dengan metode empiris tidak bisa dibuktikan secara nyata, sehingga dapat disimpulkan bahwasanya generalisasi positivisme adalah merupakan perwujudan dari sebuah bentuk metafisika diam-diam. Pengetahuan dalam ilmu sosial nyatanya tidak pernah jauh dari adanya kepentingan. Dan realitas tidak bisa dengan mudah dipahami tanpa menggunakan bahasa, sedangkan bahasa sendiri memiliki karakter yang sarat nilai. Tokoh lain yang pro terhadap teori ini salah satunya adalah Karl Marx. Di mana ia menyebutkan bahwasanya teori kritis muncul akibat adanya kritik atas dominasi agama dan ekonomi politik borjouis pada kala itu. Sehingga dapat menimbulkan ketimpangan sosial. Jadi dari sini lah dapat disimpulkan bahwasanya kehidupan atau fenomena sosial tidak dapat disamakan dengan paradigma alam yang bersifat statis. Karena ilmu sosial itu bersifat dinamis dan hukumnya tidak bisa dibekukan secara ontologis.  

Nah, itu tadi adalah paparan mengenai teori kritis sebagai kritik atas paradigma positivisme. Jadi gimana? sudah pada tau lebih mendalam dong mengenai teori positivisme dan Teori kritis. Syukurlah kalo pada paham. So, next bakal kujelasin materi lainnya yap. Dan seperti biasanya Kritik dan saran selalu terbuka bagi readers untuk menanggapi postingan ini. Thank you for reading! Stay tune for the next post yap! See you!

Salam hangat,
Penulis.

Jumat, 23 Oktober 2020

Introduction: Gambaran awal Mata Kuliah Teori Sosiologi Kritis

Halo readers! Sudah lama tidak bersua yaa! Mengingat kondisi sekarang yang masih kurang kondusif akibat pandemi COVID-19, semua aktivitas dianjurkan untuk dikerjakan di rumah saja. Mulai dari bekerja, hingga kegiatan pembelajaran dilakukan via daring. Dan tidak terasa sudah hampir 9 bulan semenjak akhir Februari 2020 kita sebagai seorang pelajar dan mahasiswa melakukan pembelajaran secara daring. Gimana? Bosan gak? Atau malah senang nih karena bisa disambi-sambi? Wkwkwk. Kalau bagiku pribadi sebagai seorang mahasiswa, mau seenak dan senyaman apa pun pembelajaran daring tetap lebih asyik pembelajaran dilakukan secara tatap muka. Memang sih sekilas di awal-awal perkuliahan daring berasa bebas dari beban perjalanan ke tempat kuliah karena jarak rumah dengan kampus memang cukup jauh. Dan lumayan memakan waktu sekitar 30-45 menit perjalanan menggunakan motor. Tapi lama-kelamaan berasa jenuh juga, karena gabisa berinteraksi dengan teman-teman secara langsung. Mata juga jadi mudah lelah karena terus-menerus menatap layar Hp dan laptop untuk mengerjakan tugas dan sebagainya, belum lagi seringkali ada kendala sinyal yang menghambat penyampaian materi perkuliahan. Dari situlah aku mulai berpikir. Ternyata pembelajaran daring tidaklah seenak yang dibayangkan yaa. Terlepas dari itu semua, bagaimanapun juga kesehatan adalah yang utama. Physical distancing memanglah perlu, tapi jangan sampai kita sebagai makhluk sosial terputus dalam bersosialisasi ya! Aku berharap readers baik-baik saja di mana pun berada, dan tetap patuhi protokol kesehatan. Semoga Pandemi ini lekas berakhir, sehingga kita bisa bertemu secara tatap muka dan bisa beraktivitas dengan normal lagi. Amin seribu amin.

Dah cukup lah sesi curhatnya, hehe monmaap. Abis se-rindu itu sih dengan kuliah tatap muka 😭😭

Ibarat tak kenal maka tak sayang, sebelum lanjut ke topic utama yang mau aku ulas di blog ku kali ini, aku mau perkenalan diri dulu nih. Namaku Brisa Argantasia, biasa dipanggil “Brisa” atau “Brisi”. Aku bersyukur, tahun ini aku masih diperkenankan untuk menempuh semester ke-3 di Program Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret. Aku kelahiran tahun 2000. Usiaku menginjak 20 tahun di Bulan September kemarin. Aku mempunyai hobi membaca, apalagi membaca novel. Terkadang aku juga suka menulis. Menulis segala hal yang berada di pikiranku, seperti puisi, cerita sehari-hari, hingga pandanganku pribadi dalam menanggapi dan mengkritisi suatu hal. Kebanyakan tulisanku tak berdasar, dan hanya sekadar sarana penyalur hobi saja. Selama tak merugikan dan tak bertentangan dengan hal lain, kurasa tak apa. Baiklah, sekian perkenalan singkat dariku ya. Selamat ber-enjoy ria membaca tulisanku!🤗😇

Back to the main topic!!!

Jadi kali ini aku ingin mengulas sedikit mengenai salah satu mata kuliah yang kudapatkan di semester 3 ini. Mata kuliah tersebut bernama Teori Sosiologi Kritis. Dalam mata kuliah ini, secara garis besar kita sebagai mahasiswa dituntut untuk mengerti mengenai pemahaman tentang kelahiran teori kritis, perkembangan teori kritis dari awal hingga kini dalam sudut pandang sosiologi, tokoh penggagasnya dan berbagai kritikan dari pelbagai tokoh yang mengkritik teori tersebut. Perlu diketahui secara umum, bahwasanya teori kritis adalah sebuah aliran pemikiran yang menekankan penilaian reflektif dan kritik dari masyarakat dan budaya dengan menerapkan pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora (Wikipedia, 2017). Namun di blog aku kali ini, aku akan mengulas mengenai sub-bab atau pokok bahasan materi yang dibahas hingga Ujian Tengah Semester saja. So, materi apa sajakah itu?  Check it out!

Pada dasarnya, ada 4 pokok materi yang dibahas hingga Ujian Tengah Semester. Materi tersebut meliputi :

1. Kedudukan Teori Kritis dalam sudut pandang sosiologi. 

Materi ini mencakup kritik atas pandangan positivisme, pelbagai konsep yang mempengaruhinya, apa yang menjadi ciri-ciri dari Teori Kritis, dan Ruang Lingkupnya.

2. Kritik atas Teori Sosiologi Modern (Marxisme).

Materi ini mencakup pandangan marxisme mengenai dominasi, kritik atas dikursus ideologi, hubungan dialektis antara kondisi empirik dengan kesadaran manusia, dan ranah kajian teori kritis.

3. Kritik Terhadap Filsafat Pencerahan dan Ilmu Pengetahuan Modern (Kritik Postmodernisme).

Materi ini mencakup pandangan mengenai pemahaman mengenai kehidupan modern, pandangan tokoh penggagas, pengertian dan konseptualisasi Postmodernisme, dimensi Postmodernisme, Tahap-tahap Postmodernisme, Kritik dan Persoalan Postmodernisme dan Ideologi Ilmu modern.

4. Teori Kritis Mazhab Frankurt.

Materi ini mencakup latar belakang lahirnya teori kritis Mazhab Frankurt, para tokoh penggagasnya, Epistemologi Mazhab Frankurt, Kaitannya dengan Marxisme, Tujuan dan Sasaran Kritik Teori Mazhab Frankurt, Kritik atas metodologi dan rasionalitas modern, tema utama Mazhab Frankurt (pencerahan adalah mitos baru). 

Itu tadi adalah gambaran awal mengenai ulasan materi yang akan dibahas hingga Ujian Tengah Semester. Gimana nih readers, jadi makin tertarik kan dengan topik yang berkaitan dengan mata kuliah teori kritis kali ini? Mau tau ulasan lengkapnya mengenai materi tadi? Tenang, aku bakal ulas kok. Tapi di next blog yaa. Kenapa ga sekalian aja sih dibahas di sini? So, memang sengaja nih aku buat terpisah agar readers semua bisa lebih gampang dalam memahaminya. stay tune yak! Kritik dan saran welcome! Thank u for reading!


Salam hangat dari penulis,

Brisa A.


Penerapan dan Implikasi Teori Kritis dalam Bidang Pendidikan

Halo readers! Apa kabar? Kabar baik dong pastinya. Nah, kali ini, aku mau mengulas  mengenai penerapan dan implikasi Teori Kritis dalam bida...